Setelah sebelumnya kita membahas apa itu gaya kepemimpinan "micromanagement" di artikel ini, nah, sekarang giliran kita untuk membicarakan bagaimana cara tepat untuk bijak bersikap saat bos kita sendiri ternyata melakukan "micromanagement".
Gaya kepemimpinan yang terlalu banyak ikut campur dan kelewat mengontrol tim ini ternyata merupakan salah satu masalah paling umum dijumpai di kantor mana saja di seluruh dunia. Efek micromanagement bisa membawa imbas negatif, di antaranya: membuat karyawan kurang happy, merasa stres dan menurunkan produktivitas. Efek jangka panjangnya bahkan bisa menyebabkan depresi karena kritik yang terus-menerus dilontarkan oleh sang bos tanpa memberi solusi - belum lagi, acara si bos ngomel setiap hari, bisa membuat karyawan merasa bahwa dirinya tidak berguna di kantor dan lantas kehilangan percaya diri. Wah, gawat kan?
Bagaimana kalau ternyata bos kita sendiri melakukan gaya kepemimpinan seperti ini? Situasi yang kurang menguntungkan dan amat sangat tidak ideal ini harus segera diatasi, apalagi urusannya dengan bos, sedikit saja salah kata atau salah taktik, bisa berujung masalah karena bos tersinggung.
Nah, ini beberapa strategi untuk mengatasi situasi tak mengenakkan ini, dengan sikap yang bijaksana, dewasa, efektif dan terpenting: bisa membuat bos mengerti tujuan kita untuk memecahkan masalah bersama, tanpa menyinggung ranah otoritasnya sebagai atasan kita. Yuk, baca bersama!
Mencoba mengerti akar masalahnya
Micromanagement biasanya berawal dari rasa tak percaya diri dan ketakutan - mulailah untuk mencari sumber permasalahan dan alasan di balik sikap bos kita. Apakah si bos sedang stres juga karena punya tanggungjawab besar, ataukah karena si bos ternyata mendapat target terlalu besar dari atasannya dan merasa takut target luar biasa ini tidak tercapai? Cobalah untuk menempatkan diri di posisi bos, karena bos juga manusia yang perlu dimengerti. Mencoba memahami akar masalah adalah hal yang tepat untuk mulai mencari solusi pemecahannya.
Introspeksi diri: bagaimana performa kerja kita sendiri?
Sebelum mulai bicara soal micromanagement ke bos, yuk, kita introspeksi diri sendiri dulu. Bagaimana performa kerja kita? Sudah maksimalkah? Obyektiflah menilai diri sendiri: apakah kinerja kita sudah maksimal, atau, masihkah kita sendiri ternyata punya PR yang harus dibenahi terlebih dulu? Misalnya, kita sering terlambat datang ke kantor, lalai menyelesaikan pekerjaan sehingga terlewat deadline, atau malah terlalu sering tidak menyelesaikan pekerjaan? Yah, kalau kita sendiri ternyata jauh dari kata sempurna dan performa kerja di kantor masih di bawah standar, jelas saja bos sulit untuk mempercayai kita.
Introspeksi diri gunanya untuk berkaca dan menilai diri sendiri dengan fair dan jujur - setelah introspeksi diri, perbaikilah sikap-sikap dan etos kerja yang masih kurang baik, buktikan kepada bos bahwa kita layak diberi kepercayaan penuh, lihat dulu apakah sikap micromanagement bos lantas menghilang sendiri seiring dengan semakin baiknya kinerja kita - bila ternyata sikap bos membaik, berarti kita sudah menyelesaikan masalah. Nah, bila si bos ternyata tetap bersikap over-kontrol meski performa kerja kita sudah maksimal, maka langkah selanjutnya bisa kita tempuh.
Komunikasi dan timing adalah "koentji"!
Pikirkan dulu baik-baik mengenai cara penyampaian dan waktu yang tepat untuk menyampaikan keluh-kesahmu. Karena dua hal ini: cara komunikasi dan waktu yang pas, adalah jalan untuk bisa menyampaikan uneg-uneg supaya diterima dengan baik oleh si bos.
Selalu bersikap jujur, bicarakan baik-baik tanpa nada tinggi, dan lakukan saat bos dan kita sama-sama punya waktu luang cukup banyak. Bicaralah empat mata hanya dengan bos saja, di ruangan yang sepi, bebas dari pendengaran orang lain sehingga privasi kalian sama-sama terjaga.
Dengan menyampaikan apa yang kita rasakan tapi dengan cara yang baik, lugas dan pada saat yang tepat, mudah-mudahan bos bisa lebih mudah untuk menerima dan mengerti masukan dari kita.
Rajin mengambil inisiatif: malu bertanya, sesat di jalan
Rajin-rajinlah mengambil inisiatif untuk bertanya kepada bos: apa saja yang si bos harapkan dari kita? Ekspektasi bos yang meliputi kinerja, tanggungjawab, dan lain-lainnya, beserta target yang harus dicapai, sebaiknya dibicarakan bersama agar masing-masing pihak setuju dan mengerti langkah-langkah yang harus ditempuh supaya semua satu arah, satu visi dan satu misi untuk mencapai tujuan dengan efisien.
Karena bos juga bukan cenayang, bila ada hal yang tak kita mengerti atau di luar batas kemampuan kita, beritahukan kepada si bos dari awal, jauh sebelum deadline yang ditentukan. Cari solusi bersama, jangan setiap ada masalah kita diam saja. Saling terbuka antara bos dan kita, bisa membantu membangun landasan kepercayaan jangka panjang kelak.
Laporan berkala
Pastikan bos selalu diberi laporan yang penting dari intisari progres pekerjaan. Jangan tutupi apapun dari bos, bersikaplah transparan dan buat laporan dalam bentuk tertulis sehingga masing-masing pihak punya acuan yang bisa menjadi catatan untuk diingat saat salah satu pihak lupa kesepakatan. Biasakan untuk bekerja secara kolektif lewat teknologi Cloud seperti menyimpan file-file penting di Google Drive atau Dropbox, sehingga seluruh anggota tim bisa selalu mengakses data terbaru dan terkini, kapanpun dibutuhkan.
Jaga ekspektasi masing-masing
Masing-masing pihak punya ekspektasi dan harapan - nah, ini sudah sedari awal harus diperjelas ke masing-masing pihak, ya. Apapun persoalan yang dihadapi, semua bisa dibicarakan. Biasakan untuk mengantisipasi hal-hal yang kemungkinan bisa menyebabkan bos jadi melakukan tindakan micromanagement ke kita, seperti mengerjakan proyek besar dan mahapenting, misalnya. Sering-seringlah bertanya dan memahami proyek apapun di awal, supaya bos yakin kita mampu dan bisa dipercaya untuk membantunya menyelesaikan tanggungjawab di proyek besar ini.
Bangun kepercayaan satu sama lain
Micromanagement bisa diatasi dengan membangun kepercayaan satu sama lain yang dilandasi kejujuran dan kedekatan secara personal. Mengenal pribadi bos berarti juga bisa memahaminya sebagai seorang individu yang punya sifat, kebiasaan, kesenangan dan preferensi, sehingga kita bisa lebih mengerti bagaimana meraih kepercayaannya sebagai atasan. Hal sebaliknya juga berlaku, kok! Open-lah kepada bos sehingga bos juga bisa lebih mengenal kita sebagai seseorang yang punya kepribadian sendiri, bukan sekedar bawahannya saja.
Tepati janji dan komitmen
Saat berjanji dan berkomitmen, pastikan kita sudah siap menanggung konsekuensinya. Jangan lepas tangan atau tiba-tiba menghilang. Karena itu, sebelum berjanji muluk-muluk ke bos atau memberi komitmen, pikirkan baik-baik dan matang-matang dulu: sudah siapkah kita untuk menepati ucapan kita 100%? Saat janji dan komitmen tidak dipenuhi, akan lebih sulit bagi si bos untuk kembali mempercayai kita.
Tentukan batasan sesuai kemampuan
Sebagai manusia biasa, kita juga perlu menyadari, sampai dimana batas kemampuan kita? Tentukan batasan yang sesuai kemampuan kita sebagai bawahan kepada bos atasan kita. Sepakati bagaimana cara kita memberikan laporan dan bagaimana sebaiknya bentuk supervisi yang diberikan bos kepada kita, yang sama-sama memberikan rasa aman dan bisa membangun rasa nyaman bekerja bersama-sama dalam satu tim tanpa kelewat membebani kita sebagai individu.