Asuransi Syariah: 10 penjelasan mudah mengenai asuransi ini 

Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, dan faktanya ternyata komunitas umat Muslim di Indonesia adalah yang terbesar di dunia! Fakta ini membuat pentingnya kehadiran berbagai produk yang berbasis ajaran Islam, atau biasa disebut “syariah”.

Termasuk di dalamnya Asuransi Syariah. Apa itu asuransi yang bersifat syariah, ternyata umat Muslim sendiri pun masih banyak yang belum paham. Lewat artikel Generali Indonesia berikut ini, kami ingin mengajak siapapun untuk belajar mengenal konsep Asuransi Syariah dalam 10 poin penting tapi simpel penjelasannya dan mudah dimengerti.

Prinsip utama Asuransi Syariah

Sebelum membahas 10 poin yang sering ditanyakan oleh nasabah, mari kita belajar mengenal Asuransi Syariah terlebih dulu.

Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah “ta’awanu ‘ala birri wa al-taqwa” (tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa), dan “al-ta’min” (rasa aman).

Asuransi Syariah punya 4 jenis akad, yaitu:

1. Akad Tabarru’ (Hibah / Saling Tolong Menolong)

Para peserta asuransi menyetorkan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah (penyakit, kecelakaan dan lain sebagainya). Perusahaan asuransi berfungsi sebagai pengelola dana hibah.

2. Akad Tijarah ("Mudharabah" atau pengelolaan dana)

Perusahaan asuransi adalah pengelola (disebut "mudharib"), sedangkan peserta adalah pemegang harta / pemegang polis ("shahibul mal"). Yang disebut harta adalah setoran premi dari peserta, yang halal untuk diinvestasikan secara syariah pula, dan hasil keuntungannya dapat dibagikan kepada peserta.

3. Akad Wakalah bil Ujrah

Akad ini adalah pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi. Di sini, sebagai pengelola, perusahaan asuransi diberi imbalan pembayaran yang disebut "ujrah". Jadi, sebagai pengelola, perusahaan asuransi boleh menginvestasikan dana yang dipegang, tapi tidak mendapatkan bagi hasil dari investasi.

4. Akad Mudharabah Musytarakah

Merupakan eksteksi dari akad Mudharabah di atas, perusahaan asuransi menjadi mudharib sekaligus juga menyertakan dana ke dalam investasi bersama dengan peserta, sehingga sah dan halal bagi perusahaan asuransi menerima bagi hasil dari investasi sesuai nisbah yang disepakati dan sesuai porsi dana masing-masing.

10 poin penting yang sering ditanyakan seputar asuransi jenis ini

Setelah membaca mengenai prinsip Asuransi Syariah di atas, kamu masih punya berbagai pertanyaan? Yuk, lanjut baca 10 poin penting di bawah yang sering ditanyakan oleh orang, seputar asuransi jenis yang satu ini. Penjelasannya kami buat semudah mungkin sehingga semua orang bisa memahaminya.

1. Asuransi Syariah, halal atau tidak?

Jawabannya, YA! Asuransi Syariah sudah dijamin Halal oleh Majelis Ulama Indonesia  (MUI) melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) dengan Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah.

2. Apa perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional?

Perbedaan paling utama antara Asuransi Syariah dan asuransi konvensional (Non Syariah) adalah dari konsep pengelolaannya. Proteksi Syariah memiliki konsep pengelolaan Sharing Risk sedangkan Asuransi Konvensional (Non Syariah) Transfer Risk.

3. Apa arti konsep pengelolaan “Sharing Risk” pada Asuransi Syariah?

Asuransi Konvensional menghubungkan perusahaan asuransi dan para nasabah peserta asuransi lewat kontrak keikutsertaan. Sedangkan, Asuransi Syariah tidak menggunakan kontrak melainkan akad bernama "akad tabarru'", yang artinya tolong-menolong atau saling menanggung risiko di antara para peserta.

Jadi, risiko dalam Asuransi Syariah tidak ditanggung oleh perusahaan asuransi melainkan ditanggung bersama-sama oleh para peserta asuransi, pihak perusahaan berfungsi sebagai pengelola operasional dana setoran dari pembayaran premi polis setiap bulan.

4. Siapa yang mengawasi jalannya Asuransi Syariah?

Dalam pelaksanaannya, ternyata Asuransi Syariah memiliki pengawas langsung yakni Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang secara aktif dan pasif mengawasi supaya kegiatan sesuai dengan ketentuan syariah Islam. DPS sendiri adalah bagian dari MUI (Majelis Ulama Indonesia).

5. Asuransi Syariah punya yang namanya “Surplus Underwriting”

“Surplus underwriting” adalah yang terjadi bila kontribusi masuk lebih banyak dari klaim yang diambil, sehingga sisa surplus dari dana Asuransi Syariah dapat dibagikan kepada peserta sesuai fitur produk yang disepakati, seperti deviden sebuah perusahaan yang mengalami keuntungan.

Mohon diperhatikan bahwa surplus underwriting ini seperti pembukuan perusahaan pula, kadang bisa lebih, kadang juga tidak, tidak ada kepastian untuk selalu mencetak surplus.

6. Apakah instrumen-instrumen portfolio investasi di Asuransi Syariah halal?

Betul, instrumen-instrumen yang digunakan pada portfolio investasi di Asuransi Syariah sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam dan tentunya halal. Inilah fungsi DPS seperti di poin nomor 4 di atas, yaitu mengawasi kesesuaian jalannya Asuransi Syariah.

7. Apakah ada transaksi atau kegiatan yang tidak diizinkan dalam pelaksanaan investasi?

Transaksi atau kegiatan yang tidak diizinkan dalam pelaksanaan investasi Asuransi Syariah, di antara lain yang memiliki unsur-unsur seperti di bawah:

  • “Maysir” atau sering diartikan “berjudi”, yaitu mencari untung-untungan lewat taruhan antara dua pihak yang di luar kuasa mereka.
  • “Gharar” atau transaksi dengan unsur obyek transaksi tidak jelas, misalnya membeli barang yang belum ada, jual beli tanpa kejelasan harga, jual beli barang yang tidak bersifat jelas maupun yang tidak bisa kita serah terimakan.
  • “Risywah” atau bersifat suap-menyuap, dengan artian memberikan sejumlah uang atau barang untuk melegalkan sesuatu yang sebenarnya tidak halal.

8. Dana yang diinvestasikan tidak hangus

Dana kontribusi (premi) yang disetorkan sebagai tabarru’ dalam Asuransi Syariah tidak hangus meskipun tidak terjadi klaim selama masa perlindungan. Dana yang telah dibayarkan oleh pemegang polis tersebut akan tetap diakumulasikan dan merupakan milik pemegang polis (peserta) secara kolektif.

9. Pengelolaan dana bersifat jelas dan mengusung prinsip transparansi

Dalam Asuransi Syariah, perusahaan asuransi berkewajiban melakukan pengelolaan dana yang bersifat jelas, dan mengusung prinsip transparansi. Artinya, segala investasi dana shahibul mal yaitu para peserta pemegang polis, yang dilakukan oleh mudharib yaitu perusahaan asuransi sebagai pengelola harta, harus dilaporkan dan dijelaskan sehingga semua peserta asuransi paham akan hasilnya.

10. Bagaimana cara klaim Asuransi Syariah?

Cara untuk melakukan klaim pada Asuransi Syariah sama seperti cara klaim asuransi konvensional. Saat tertimpa musibah, baik itu kecelakaan atau penyakit, isi formulir klaim dan kirimkan kepada pihak asuransi, atau kamu juga bisa minta bantuan agen asuransimu untuk membantu mengurus pengajuan klaim.

 

Ikuti berbagai tips menarik persembahan Generali Healthy Living – termasuk yang syariah!

Generali Indonesia, terus bersama kamu setiap waktu! Tak hanya sekedar proteksi lengkap yang kami berikan, tapi kepedulian akan kesejahteraan hidup segenap nasabahnya. Ikuti berbagai tips menarik seputar perencanaan finansial, menuju gaya hidup lebih sehat, berbagai olahraga mudah dan efektif, serta pola makan seimbang bersama rubrik Generali Healthy Living di situs web kami, termasuk berbagai tips syariah.

Beberapa artikel ini mungkin menarik minatmu:

Anak muda sudah ikut kurban di usia 20an, kenapa enggak?

Mengenal Asuransi Kesehatan Syariah, Terlindungi Tanpa Riba

Jelang Lebaran: mengatur budget keuangan & belanja keluarga

THR dan amplop hadiah Lebaran, baiknya digunakan untuk apa?

Vitamin dan mineral terpenting bagi anak-anak dalam masa tumbuh kembang

Sejarah Asuransi Syariah di Indonesia

Share
love this article :